Jumat, 24 Agustus 2012

Jalan Panjang Untuk Mendapatkan Kembali Hak Atas Tanah

 

Sengketa hak atas  tanah sudah menjadi  permasalahan yang tak berujung di negeri kita ini. Lihat saja berita-berita di media yang menggambarkan bagaimana carut marutnya proses hukum atas sengketa tanah dan sistem pertanahan di negeri ini.

24 Juli 2012 yang bertepatan dengan 4 Ramadan 1433 H  merupakan tanggal  keramat buat saya. Memangnya kenapa? Karena pada tanggal tersebut terbitnya sertifikat atas nama saya setelah melalui proses pengadilan sampai terbitnya sertifikat selama 7 tahun. Bayangkan diperlukan 7 tahun lamanya untuk sebuah proses sengketa tanah.

Berikut ini saya tuturkan  pengalaman panjang saya untuk mendapatkan hak tanah saya kembali setelah melalui proses pengadilan yang panjang dan melelahkan. Kemudian diikuti dengan proses pembatalan sertifikat terdahulu dan penerbitan serifikat baru atas nama saya.


Saya ingin membagi pengalaman ini sebagai pembelajaran dan memotivasi bagi pembaca untuk tidak takut memperjuangkan haknya. Cerita ini bermula ketika pada tahun 2005 saya bermaksud meningkatkan status 2 (dua) persil tanah saya  yang masing-masing terdiri dari akta notaris dan akta camat menjadi sertifikat hak milik.  


Kronologisnya sebagai berikut :

Pada 23 Febuari 2005   saya menyampaikan surat permohonan ke BPN Medan untuk pengajuan hak milik atas 2 (dua) persil tanah yang lokasinya bersebelahan, masing-masing persil berukuran 15 x 29 m. Dari balasan surat BPN Medan tertanggal 28 Maret 2005 ternyata telah diterbitkan sertifikat dari kedua persil tanah tersebut tetapi atas nama orang lain (sebut saja si A dan si B).

Saya mengajukan klarifikasi kepada Kakan BPN Medan dengan menyertakan bukti-bukti serta menginformasikan bahwa saya menguasai tanah tersebut secara fisik dengan menugaskan orang untuk mengerjakannya sebagai sawah tadah hujan.  Surat pernyataan dari orang yang mengerjakan tanah tersebut saya lampirkan. 


Meskipun sudah berkonsultasi ke BPN Medan berulang kali, namun  tidak ada tanggapan positif dari  BPN. Sempat saya melapor ke polisi, namun lagi-lagi saya merasa salah alamat karena proses yang bertele-tele di kantor kepolisian. Akhirnya proses di kantor polisi saya hentikan.

Tanggal 4 Agustus 2006, pada saat akan membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) saya memperoleh informasi bahwa PBB untuk kedua kavling tanah tersebut telah dibayar dan diganti  nama wajib pajaknya, tidak lagi atas nama saya.

Setelah mendapat fotocopy sertifikat kedua kavling tanah tersebut dari Kantor Pelayanan PBB Medan Satu, ternyata BPN Medan melakukan kesalahan dengan menyebutkan si A dan si B sebagai pemilik tanah, karena faktanya di sertifikat tertulis bahwa pemilk tanah adalah si C dan D.

Dengan berbekal fotocopy sertifikat tanah An. si C dan D inilah yang didahului dengan  berkonsultasi dengan pengacara  akhirnya saya pada tanggal 10 Oktober 2006 melakukan gugatan ke PTUN Medan dengan Kakan BPN Medan sebagai tergugat, C dan D sebagai tergugat intervensi dan sertifikat No. xx An. C dan sertifikat No. xxx An. D sebagai obyek gugatan.

Karena kedua persil tanah tersebut an. saya, oleh PTUN Medan maka kedua obyek tersebut disatukan dalam satu nomor perkara saja. Namun pada saat diawal-awal sidang pemilik sertifikat No. xx An. C mengajukan perdamaian yang dituangkan dalam Akta Perdamaian didepan notaris dan pihak BPN sebagai saksi. Dengan adanya akta perdamaian tersebut maka sertifikat tersebut diberikan kepada saya dengan hanya memberikan biaya penggantian untuk mengurus sertifikat tersebut. Sementara sidang untuk obyek gugatan sertifikat No. xxx An. D tetap dilanjutkan.

Meskipun  telah dilakukan perdamaian untuk sertifikat No. xx An. C, namun sampai saat ini sertifikat tersebut belum bisa dibalik namakan An. saya. Banyak sekali prosedur yang berbelit-belit yang diajukan oleh instansi yang berwenang.


Setelah melalui proses sidang yang panjang, mengajukan replik, duplik serta tinjauan ke lokasi objek yang dipersengketakan. Akhirnya PTUN Medan mengeluarkan keputusan bahwa berdasarkan fakta-fakta dapat menerima gugatan saya melalui Putusan Pengadilan TUN Medan Nomor : 39/G.TUN/2006/P.TUN.MDN tanggal 22 Pebuari 2007.  Pihak BPN Medan dan tergugat intervensi  dinyatakan kalah dalam putusan PTUN Medan dan keduanya melakukan banding ke PTUN Tinggi. 

Pada tingkat PTUN Tinggi, melalui Putusan Pengadilan Tinggi TUN Medan Nomor : 52/BDG/2007/PT.TUN.MDN tanggal 20 September 2007 kembali pihak BPN Medan dan tergugat intervensi dinyatakan kalah. Keduanya menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun pada prakteknya hanya tergugat intervensi sajalah yang mengajukan memori kasasi sedangkan BPN Medan tidak menyampaikan memori kasasinya sampai batas waktu yang telah ditentukan.

Pada tingkat Mahkamah Agung saya kembali memenangkan perkara ini dengan keluarnya Putusan Mahkamah Agung RI No. 62 K/TUN/2008 tanggal 31 Juli 2008 dengan putusan sebagai berikut : 1) menyatakan permohonan kasasi dari pemohon kasasi I (Kepala) BPN Medan) tersebut  tidak dapat diterima; 2) menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi II (An. D). 

Putusan Mahkamah Agung inilah yang menjadi dasar saya untuk  mengurus terbitnya Inkracht dari PTUN Medan agar keputusan MA tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap. Maka pada tanggal 23 Juni 2009 keluar Surat Keterangan Inkracht Nomor : W1-TUN1/483/AT.02.07/VI/2009.


Namun perjalanan masih panjang lagi karena masih harus mengurus pembatalan sertifikat No. xxx An. D ke Kanwil BPN Provsu. Pada tanggal 17 September 2009 saya mengajukan permohonan pembatalan sertifikat tanah No. xxx An. D ke Kanwil BPN Provsu, namun suratnya tidak jelas rimbanya. Akhirnya saya mengajukan ulang pembatalan sertifikat tersebut melalui surat yang dikirim tanggal 8 Maret 2010.  Surat permohonan ini sempat tidak diproses selama enam bulan karena tidak diikuti prosesnya. Setelah diikuti proses surat yang kedua,  barulah kanwil menerbitkan surat keputusan pembatalan sertifikat No. xxx An. D melalui Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Utara Nomor : 06/Pbt/BPN.12.VII/2011 tanggal 5 Juli 2011.

Dengan berbekal surat keputusan pembatalan sertifikat ini,  kemudian saya mengajukan surat permohonan penerbitan sertifkat baru atas nama saya. Sebelum menerbitkan sertifikat baru harus terlebih dahulu mengumumkan pembatalan sertifikat yang lama melalui koran setempat.

Alhamdulillah, akhirnya pada tanggal 24 Juli 2012 dikeluarkanlah sertifikat baru atas nama saya. Meskipun saya menerimanya baru seminggu kemudian.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar