Rabu, 22 Agustus 2012

Aibmu, Aibku, Aib Kita. So ..... Kenapa Harus Diumbar.


Dalam pergaulan sehari-hari tanpa  disadari kita sering terjebak untuk mengungkapkan atau mengumbar kekurangan pasangan kita masing-masing.  " Curhat " menjadi ajang tempat untuk berkeluh kesah terhadap hal-hal yang tidak disukai dari pasangannya. Kalau masih taraf pacaran atau berteman dekat, hal tersebut masih bisa dimaklumi.

Namun jika sudah menjadi pasangan suami istri yang sah,  bahkan sudah punya beberapa anak-anak yang lucu-lucu. Hal ini tentu akan menjadi sinyal-sinyal negatif bagi kelanggengan rumah tangga. Bukankah pada masa proses berpacaran masing-masing sudah mengetahui kelebihan dan kelemahan pasangannya. Meskipun saat itu ada saja sifat-sifat yang belum terlihat seluruhnya, namun niat suci yang diwujudkan dalam ikatan perkawinan dapat dijadikan benteng  untuk memperkokoh  keharmonisan rumah tangga. Komitmen untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan diawal perkawinan juga hal yang harus menjadi pertimbangan.



Dengan fenomena social media saat ini, curhat sudah tidak lagi dilakukan person to person tapi sudah merambah melalui facebook, twitter dengan update status tentang beraneka ragam, kadang tanpa disadari juga mengungkap permasalahan yang sedang dihadapi dengan pasangannya yang pada akhirnya malah akan membongkar aib sendiri.


Contohnya, di Facebook, seorang teman bikin status  seperti ini,    “ Emang enak diselingkuhi. "   Dengan status seperti ini  secara tidak langsung dia membuka aib bahwa dia diselingkuhi dan yang kasihan adalah suami/istri, walaupun misalnya memang pasangannya selingkuh tapi kan itu aib suami/istri yang perlu dijaga. Hal tersebut juga membuka pintu prasangka bagi siapa saja yang membaca statusnya.


Dalam pergaulan sehari-hari baik itu dalam  lingkup pekerjaan maupun dalam lingkup pertemanan, beberapa kali saya pernah dicurhati rekan pria mengenai masalahnya dengan istrinya yang  pada akhirnya membuka beberapa kekurangan (aib) istrinya yang tidak disukainya.

Saya jadi teringat percakapan dengan dua orang rekan dalam perjalanan tugas ke Kabupaten Serdang Bedagei kira-kira seminggu sebelum lebaran. Saat itu pak Alvin (bukan nama sebenarnya) mencoba untuk menjelaskan keterlambatannya dari waktu yang sudah kami sepakati sebelumnya. 

Hal yang diluar dugaan saya beliau mengatakan bahwa pagi itu sedang menyelesaikan masalah dengan istrinya yang berdomisili di Jakarta, sementara beliau sudah 5 tahun terakhir ini menetap di Medan. Inti permasalahannya, si istri sering mendengarkan curhat rekan pria sekantornya bahkan sudah 20 kali sehingga menimbulkan fitnah bagi mereka berdua. Meskipun sang istri mengatakan bahwa dia tidak punya perasaan khusus dengan rekannya itu , namun hal itu tidak membuat pak Alvin menerima penyataan istrinya begitu saja. Beliau menuntut pembuktian ...


Pada kesempatan yang lain lagi, saya sempat mendengarkan curhat teman lama yang lagi bermasalah dengan istrinya, banyak sekali daftar kekurangan sang istri yang diungkapkan pada saya. Sebenarnya saya risih juga mendengarkannya, namun saya berusaha untuk bersikap netral, dengan menanyakan kelebihan-kelebihan istrinya, hal-hal apa yang dulu membuat teman saya ini jatuh cinta pada istrinya. Selanjutnya saya tidak lagi merespon pembicaraan yang sudah menjurus ke permasalahan pribadi.

Dari contoh kasus di atas, alangkah baiknya jika lebih baik kita intropeksi diri, karena tak gading yang tak retak, tidak ada manusia yang sempurna. Yang diperlukan adalah bagaimana menyikapi kekurangan pasangan masing-masing dengan komunikasi yang efektif dengan menanggalkan terlebih dulu ego masing-masing.     

Suami atau istri yang hanya suka mencari-cari kekurangan dan kesalahan  pasangannya bahkan menyebarluaskannya kepada orang lain adalah pasangan yang sangat tidak bijaksana dan merusak rumah tangganya sendiri.  Suami/istri yang sudah mengetahui aib pasangannya sepatutnya menyimpan aib tersebut  sebagaimana  menyimpan aib kita sendiri. 
 
Saya pernah  membaca satu ayat yang menjelaskan bahwa istri adalah pakaian bagi suami, begitu pula sebaliknya
.” (QS. Al-Baqarah [2]: 187)

Sebagaimana yang kita tahu bahwa salah satu  fungsi pakaian adalah  sebagai penutup aurat. Aurat merupakan  hak keistimewaan yang hanya  diberikan bagi suami/istri sekaligus merupakan aib yang harus ditutupi dari penglihatan orang lain.  Yang berarti suami/istri harus bisa menutupi aib yang ada pada pasangan mereka dari orang lain, jangan malah mengumbarnya.

Selain itu pakaian merupakan identitas diri, ingat kalimat
" You are what you wear" ,  yang berarti bahwa apa yang kita pakai menggambarkan diri kita. Suami/istri merupakan satu paket  sehingga   pada saat  suami/istri keluar rumah berarti masing-masing membawa dua  identitas sekaligus yang  masing-masing seharusnya saling menjaga diri. Karena suami  merupakan identitas bagi istri, demikian pula sebaliknya.
 


Hadist lain mengatakan : 


“Seluruh Ummatku akan diampuni dosa – dosa kecuali orang – orang yang terang – terangan (berbuat dosa). Di antara orang – orang yang terang – terangan berbuat dosa adalah seseorang yang pada waktu malam berbuat dosa, kemudian di waktu pagi ia menceritakan kepada manusia dosa yang dia lakukan semalam, padahal Allah telah menutupi aibnya. Ia berkata, “Wahai Fulan semalam aku berbuat ini dan itu.” Sebenarnya pada waktu malam Tuhannya telah menutupi perbuatannya itu, tetapi justru pagi harinya ia membuka aibnya sendiri yang telah ditutupi Allah” (Muttafaq’alaih HR: Bukhari dan Muslim)


(Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan akhirat).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)


Kesimpulannya :

  • Membuka aib sendiri saja tidak diperbolehkan apalagi membuka aib   suami, istri dan keluarga kepada orang lain.  
  • Aib istri adalah  aib suami demikian juga sebaliknya. Menceritakan aib suami atau istri berarti membuka aib sendiri.
  • Curhatlah pada Allah karena kerahasiaannya pasti akan terjamin dan  solusi yang terbaik datangnya hanya dari Allah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar