Siapa sih yang dapat menyangkal kelezatan puding agar-agar? Makanan yang biasanya dijadikan makanan penutup ini sangat disukai karena kelembutan teksturnya terutama oleh anak-anak. Tetapi mungkin masih ada juga orang yang tidak tahu tentang bahan dasar dari agar-agar tersebut, terutama bagi penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan.
Tentu tidak demikian halnya dengan masyarakat yang bermukim di daerah pantai , khususnya di Pulau Lembongan. Yah ... rumput laut yang merupakan bahan dasar dari pembuatan tepung agar-agar ini sudah menjadi tanaman yang familiar bagi masyarakat pantai disana.
Pada saat berada di Pulau Lembongan beberapa waktu yang lalu, saya melihat banyak sekali hamparan rumput laut yang sedang dijemur di halaman rumah penduduk. Jenis rumput laut ini berbeda-beda yang kalau dilihat sekilas dapat dibedakan dari warnanya saja, ada rumput laut yang berwarna hijau, merah. Tetapi jika sudah dijemur kesemua rumput laut itu akan berubah warnanya menjadi putih keruh.
Pada saat berada di Pulau Lembongan beberapa waktu yang lalu, saya melihat banyak sekali hamparan rumput laut yang sedang dijemur di halaman rumah penduduk. Jenis rumput laut ini berbeda-beda yang kalau dilihat sekilas dapat dibedakan dari warnanya saja, ada rumput laut yang berwarna hijau, merah. Tetapi jika sudah dijemur kesemua rumput laut itu akan berubah warnanya menjadi putih keruh.
Rumput laut segar yang baru dijemur berwarna merah dan hijau |
Rumput laut yang sudah mengalami proses penjemuran sehingga sudah berubah warna menjadi putih keruh |
Sambil berkeliling di sekitar restoran tempat saya makan siang sehabis aktifitas snorkeling dan sea walking di laut, saya melihat banyak sekali rumput laut yang sedang berada dalam penjemuran. Sebagian besar berada di belakang rumah penduduk. Ada juga yang dijemur di samping restoran seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Pada saat saya berjalan lebih jauh lagi di sepanjang pantai, saya juga menumukan hamparan rumput laut yang sedang dijemur di depan sebuah gubuk yang merupakan posko informasi untuk turis seperti yang terlihat pada foto di bawah ini.
Hari terasa sangat panas karena matahari bersinar dengan teriknya, namun tidak menyurutkan minat saya untuk berjalan-jalan di pemukiman penduduk. Terlihat hampir semua halaman rumah penduduk ditutupi dengan hamparan rumput laut yang sedang dijemur. Warna-warna dari rumput laut tersebut sangat menarik perhatian saya.
Setelah memotret hamparan rumput laut dan hal-hal lain yang menarik perhatian saya, tiba-tiba datanglah tiga orang anak-anak yang pengen difoto juga. Dengan senang hati saya mengarahkan kamera saya pada ketiga model dadakan ini. Saya tak perlu mengarahkan gaya mereka karena anak-anak ini terlihat ekspresif dengan mengatur gaya mereka sendiri. Beberapa gaya dan aksi mereka dapat dilihat dari foto-foto di bawah ini ....
Setelah puas keliling-keliling perkampungan penduduk, akhirnya saya kembali kearah pantai. Berjalan menyusuri pantai sampai akhirnya saya menemukan seorang ibu yang sedang mengikat rumput laut dengan tali rafia pada seutas untaian tali nylon biru yang ukurannya rada panjang. Karena penasaran melihat kegiatan ibu tersebut, maka saya menghampirinya dan mengajak ngobrol-ngobrol.
Bu Made ini merupakan salah seorang keluarga petani rumput laut yang berada di Pulau Lembongan, Bali. Pulau ini dapat ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit dari pantai Sanur dengan transportasi kapat jet. Menurut bu Made, di pulau ini ada lebih dari 20 kepala keluarga yang menjadi petani rumput laut, dan beberapa pengusaha yang biasanya memberikan modal dan membeli kembali hasil dari panen rumput laut yang diusahakan oleh petani.
Para petani ini masing-masing sudah mempunyai kapling lahan di laut untuk menanam rumput laut yang berlokasi beberapa meter dari tepi pantai. Kapling lahan tersebut dengan ukuran tertentu diberi patok-patok sebagai batas wilayah dari masing-masing petani.
Petani dapat memanen rumput laut dalam waktu 30 hari setelah bibit yang disiapkan ditanam di bedeng-bedeng dilaut. Rumput laut hanya dihargai sekitar Rp. 5.000,- per kilogramnya.
Papan informasi bagi petani rumput laut |
Sambil mengobrol saya juga memperhatikan perahu-perahu para petani rumput laut yang terhampar di tepi pantai. Jumlahnya cukup banyak juga menurut saya.
Untaian rumpun bibit rumput laut |
Setelah panen, tidak semua rumput laut bisa dijual kepada pengusaha, para petani harus menyisakan sejumlah rumput laut yang bagus dan memenuhi syarat untuk dijadikan bibit yang akan digunakan pada periode penanaman berikutnya. Rumput laut yang dijadikan bibit harus mempunyai cabang-cabang yang banyak sehingga bisa diikatkan kembali dengan tali rafia pada untaian tali nylon yang panjang yang berfungsi sebagai rumpon. Sedangkan rumput laut yang kecil dan tidak memiliki cabang-cabang yang banyak dipisahkan ke dalam keranjang bambu khusus yang nantinya akan dijemur dan dijadikan sebagai bahan dasar agar-agar.
Potongan rumput laut yang pendek-pendek sehingga tidak bisa dijadikan bibit |
Yang menarik bagi saya adalah saat bu Made menjelasakan bahwa rumpon untaian tali nylon dan potongan tali rafia kecil untuk pengikat rumput laut akan dicuci kembali karena akan digunakan kembali untuk penanaman berikutnya. Pemakaian kembali bahan-bahan ini selain dapat menghemat biaya produksi tetapi juga dapat menjaga lingkungan dari limbah plastik meskipun hanya berupa potongan kecil dari tali rafia.
Untaian tali nylon dan tali rafia bekas panen rumput laut yang nantinya akan digunakan kembali |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar