Minggu, 08 Januari 2012

Semangat Berbagi Penjual Bubur


Ting .. ting .. ting, setiap pagi itulah bunyi kerincingan  pak Saidi penjual bubur yang selalu lewat di komplek perumahan tempat  saya tinggal. Hari Sabtu dan Minggu merupakan hari libur bagi saya sehingga saya selalu menunggu dan  berharap pak Saidi akan melewati depan rumah. Rumah saya terletak di pojok dan jalannya buntu dan hanya rumah saya satu satunya yang berada  di blok perumahan itu. Hal ini membuat tukang sayur, tukang lontong sampai ke tukang sampah rada malas melintasi rumah saya.

Di pagi hari, sering kali saya mendengar suara kerincingan pak Saidi tetapi  ketika saya liat ke luar rumah saya tidak  melihat pak Saidi melewati rumah  , biasanya saya berpikir " ahh ... mungkin masih di blok sebelah, nanti juga pak Saidi lewat". Setelah saya tunggu beberapa lama beliau tidak juga melewati depan rumah  ,  biasanya saya terlalu malas   mengeluarkan motor untuk mengecek keberadaan penjual bubur tersebut. Batal lagi keinganan saya untuk  sarapan bubur kacang hijau. Karena kesibukan tugas keluar kota, sudah sebulan ini saya  tidak membeli bubur kacang hijau buatan  beliau.

Pada  minggu ketiga bulan Desember 2011 sepulang tugas dari luar kota,  dari si mbak saya menerima titipan dari pak Saidi berupa dodol yang dibungkus dalam 2 (dua) plastik dan kerupuk mentah. Ini bukan pemberian beliau yang pertama, bulan maret 2011 sewaktu pak Saidi pulang kampung ke Jawa, beliau juga membawa oleh-oleh emping dari kampungnya dan saya diberi seplastik kecil lebih kurang  1/4 kg. Di gerobak buburnya saya juga juga melihat beberapa bungkus plastik emping yang mungkin akan diberikannya pada langganan lainnya.

Lalu apa istimewanya pak Saidi .....

Pak Saidi seorang bapak tua berumur lebih kurang  60 tahun dengan 6 orang anak, istri beliau sudah meninggal. Sehari-hari beliau berjualan bubur kacang hijau dengan mendorong gerobak di komplek perumahan saya dan di jalan2 sekitarnya. Beliau tinggal di belakang asrama haji yang tidak jauh dari rumah saya. Harga semangkok bubur kacang hijau buatan beliau hanya Rp. 5000,-. Hasil dari berjualan bubur kacang hijau inilah yang digunakan untuk membiayai kehidupan sehari-hari.   Karena melihat kondisi pak Saidi seringkali pada saat membeli bubur  selain membayar harga bubur, saya juga  memberikan sedikit buah tangan untuk beliau. Pemberian saya tidak selalu sama,  tergantung apa yang ada saya miliki di rumah pada saat itu,  bisa berupa buah-buahan, gula , beras atau kalau lagi ada rezeki lebih saya beri tambahan uang saat membayar bubur.  

Yang menjadikan beliau istimewa bagi saya adalah "semangat berbagi" yang dimilikinya. Tidak hanya kepada saya tetapi juga kepada orang lain, seringkali saat berjualan beliau memberi  keringanan pada anak-anak yang hanya punya uang  Rp. 3000 saja, atau kadang beliau memberi gratis.  Meskipun pemberian saya kepada beliau tidak seberapa namun pak Saidi selalu berupaya untuk balas memberi pada saya. Seperti yang sudah saya sebutkan di atas bahwa pak Saidi juga berupaya memberi sesuatu pada saya bahkan ketika saya sedang tidak berada di rumah dan ketika saya sedang tidak membeli bubur beliau. Bahkan beberapa kali saya harus berusaha untuk menolak emping pemberian beliau lagi karena pemberian yang terdahulu juga masih ada.  Penolakan saya  ini terutama didorong rasa malu karena kadang apa diberikan  beliau melebihi apa yang saya beri. Bayangkan saya hanya membeli dua mangkok bubur dengan harga Rp. 10.000 , tapi beliau memberi emping pada saya. Berberapa kali mangkok bubur saya dibuat penuh dan membuat saya seringkali harus wanti-wanti terlebih dahulu  agar tidak memberi bubur lebih dari yang  seharusnya .

Ketulusan hati pak Saidi untuk berbagi dengan kondisi hidup yang dihadapinya, membuat saya    semakin bersyukur atas karunia, rahmat dan nikmat yang telah diberikan Allah pada saya selama ini.  Melalui pak Saidi saya belajar tentang semangat  berbagi pada sesama, melalui hal-hal kecil yang bisa kita lakukan. Bukankah  "tangan di atas selalu lebih baik dari tangan di bawah".

Sabtu depan saya akan menunggu sampai pak Saidi lewat, pengen sarapan bubur kacang hijau yang sudah lama tidak saya nikmati.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar