Pagi tadi setelah konfirmasi ke teman untuk kepastian rencana keberangkatan umrah pada pertengahan Maret yang akan datang. Teringat akan perjalanan umrah pertama saya pada Juli 1997, saat itu saya sedang galau setelah berpulangnya ibunda pada April 1997. Ada perasaan gamang saat itu membayangkan melanjutkan hidup tanpa beliau dalam posisi sebagai anak tertua dalam keluarga dengan tiga orang adik2 meskipun bapak masih ada. Niat saya waktu itu ingin mendoakan ibu saya dari tempat yang paling makbul yaitu dari Baitullah dan tempat-tempat lainnya dimana Allah akan mengijabah doa-doa hamba-Nya, ingin mendekatkan diri pada-Nya, ingin mencari kekuatan, ketenangan atas apa yang sedang saya alami.
Bagi siapa saja yang menunaikan ibadah haji maupun ibadah umrah pasti memiliki catatan dan pengalaman spiritual yang berbeda-beda. Bagi saya ada beberapa catatan yang tidak bisa saya lupakan dalam perjalanan ibadah umrah pertama ini.
Jangan berperasangka jelek di dalam hati, Setelah menempuh perjalanan lebih kurang selama 5 jam dari Madinah akhirnya kami sampai di Makkah. Kami menginap di Hotel Aziz Khogher persis di depan Gate 1 Masjidil Haram yang bernama King Abdul Aziz. Hotel ini letaknya sangat strategis meskipun hanya sebuah hotel kecil, kemungkinan hotel ini sudah tidak ada lagi karena saat ini hotel-hotel disekitar halaman Masjidil Haram sudah dibeli oleh Pemerintah Arab Saudi untuk perluasan mesjid.
Pada saat kami sampai bertepatan dengan berkumandanganya azan untuk shalat Magrib. Setelah menyimpan barang di kamar masing-masing di lantai atas, kami bergegas menuju lift untuk turun dan menuju Masjidil Haram. Berhubung lift di hotel berukuran kecil tidak bisa menampung keseluruhan jamaah, trip pertama yang sudah masuk ke lift bergerak turun. Saya termasuk jamaah yang menunggu dengan beberapa orang lainnya bersama seorang nenek tua yang termasuk dalam rombongan kami juga.
Sambil melihat berapa orang lagi yang tertinggal untuk giliran lift berikutnya, saya memperhatikan nenek fatimah, sempat saya membathin dalam hati .. " semoga saya tidak tinggal berdua dengan nenek ini" . Dalam pikiran saya tentunya akan sangat merepotkan menuju Masjidil Haram dengan seorang nenek tua yang jalannya sudah tentu sangat lambat dan akan menjadi beban bagi saya. Sesaat kemudian lift kembali terbuka dan satu persatu teman-teman satu rombongan masuk. Subhanallah ... atas kuasa Allah hanya saya dan nenek Fatimah yang tertinggal karena lift sudah penuh dan kami berdua harus menunggu giliran berikutnya. Sesaat saya terdiam , tidak menyangka akan mengalami hal yang sudah saya pikirkan dan justru ingin saya hindari sebelumnya. Tersadar saya untuk istighfar mohon ampun atas prasangka jelek dan rasa tidak ikhlas saya. Bukankah membantu orang lain merupakan ibadah apalagi membantu seorang nenek tua. Ketakutan saya itu langsung dibalas kontan oleh sang maha kuasa, Allah swt. Kejadian di atas menjadi bukti bahwa Allah itu maha mengetahui meski yang hanya tersirat di dalam hati.
Bersyukurlah, maka akan diberi nikmat, Pada saat melaksanakan ibadah haji maupun umrah selalu saja akhirnya kita akan membuat kelompok kecil karena keterbatasan pembimbing ibadah dan ramainya jamaah pada saat itu. Alhamdulillah .... untuk melaksanakan ibadah-ibadah inti seperti tawaf, sai, mengunjungi makam Rasulallah dan shalat di Raudah saya diajak kak Dewi untuk ikut bersama guru ngajinya (ibu Dijah) yang sengaja dibawa untuk membimbingnya dalam melaksanakan umrah. Karena ini ibadah pertama saya tentunya saya merasa senang atas bimbingan ibu Dijah pada waktu tawaf dan sai di Makkah, pada saat kami di madinah beliau juga membimbing saya dan kak Dewi untuk berdoa di makam Rasulallah dan saat shalat sunnah di Raudah, dari beliau jugalah yang memberitahu batas-batas pilar yang termasuk dalam raudah (taman surga).
Setelah selesai tawaf dan sai kami kembali ke hotel, sebagai wujud syukur saya memberikan riyal (jumlahnya lupa) kepada ibu Dijah. Subhanallah .... lagi-lagi Allah membalas kontan. Ceritanya begini, saya dan dua teman berangkat ke Masjidil Haram untuk shalat Ashar, tiba-tiba dari sebelah kanan saya ada seorang pemuda arab yang memberikan beberapa bungkus kurma, pemuda itu harus melewati dua teman agar bisa memberikan kurma kepada saya. Mungkin saja kurma itu memang kurma-kurma yang biasa disedekahkan penduduk Makkah, tetapi bisa saja pemuda itu langsung memberikan kepada teman saya yang posisinya lebih dekat. Kenapa harus pada saya yang harus melewati mereka terlebih dahulu dan hanya saya sendiri yang diberi kurma. Tidak berhenti sampai disini, di dalam masjidil haram saat duduk sambil menunggu berkumandangnya azan, ada juga seorang ibu memberikan makanan berupa roti arab kepada saya.
Hikmah yang saya dapat adalah bahwa kalau kita bersyukur dan berbuat baik maka Allah akan memberi kita nikmat yang tidak terduga-duga sebelumnya, demikian juga sebaliknya. Begitulah cara Allah mengingatkan saya dan karena peristiwa ini terjadi di Makkah maka Allah membalas kontan atas semua yang telah saya lakukan di tanah haram ini.
Wass.
Renungan saat melaksanakan ibadah umrah pertama Juli 1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar