Pagi tadi setelah selesai sarapan, saya bermaksud untuk melanjutkan membaca buku "The Last Emperor", Kisah Tragis Kaisar Terakhir China. Tiba-tiba saya mendengar bunyi ting .. ting ... ting... , bunyi sendok yang dipukulkan ke mangkok. Ahh... suara yang saya hapal benar, pasti pak Saidi penjual bubur langganan saya
Saya bergegas mengambil mangkok dan keluar rumah untuk membeli bubur kacang hijau buatan pak Saidi. Sebenarnya saya masih kenyang karena sudah sarapan, tapi sudah hampir sebulan juga saya tidak menikmati bubur kacang hijaunya beliau. Sebagian dikarenakan saya banyak melakukan tugas ke luar kota tapi ternyata dari hasil ngobrol-ngobrol singkat dengan pak Saidi ternyata beliau juga sudah agak jarang menyambangi komplek perumahan tempat saya tinggal. Bubur dagangannya seringkali sudah habis di perumahan sebelah sehingga tidak sampai ke perumahan saya.
Pagi ini ada hal baru yang saya lihat, pak Saidi mendorong gerobak bubur baru menggantikan gerobak buburnya yang lama yang telah usang. Seperti biasa pak Saidi selalu menyapa saya dengan " Assalamu'alaikum Bu " . Setelah menjawab salam dari Pak Saidi, saya berkata " Gerobak bubur baru ya pak ". Dengan antusias beliau menjawab " ya bu ", selanjutnya pak saidi bercerita kalau lingkar sepeda pada gerobak barunya dibelinya seharga Rp. 175.000,- . " Itu belum termasuk harga bannya bu " timpalnya lagi. Ada rasa senang dan rasa bangga dari nada suaranya saat bercerita tentang gerobak barunya. Saya tersenyum dan ikut merasa senang sambil terus mendengarkan dengan serius semua obrolan pak saidi tentang gerobak bubur barunya.
Pak Saidi dengan Gerobak Bubur Baru |